12/07/2012

Surat Untuk Astrid

       Hampir 17 tahun lamanya kita menjalin hubungan kasih, merajut benang cerita dalam rumah sederhana pemberian ibuku. Hari ini, adalah hari dimana anak sulung kita bertambah umurnya. Ingin rasanya kuluapkan segala emosi yang ada di jiwaku padamu, namun aku tersadar aku tak punya keberanian seperti yang kau punya. Aku ingat betul saat ia hadir dalam kehidupan kita, tepat 15 tahun yang lalu. Sekarang ia semakin dewasa, banyak perubahan yang ia alami, dan ia semakin mirip denganmu. Aku sadar ia bukan lagi bayi mungil yang dulu sering kutimang, namun aku senang menganggapnya seperti itu dan hal itu sering membuatnya jengkel. Aku punya firasat bahwa ia membenciku. Bagiku, hal itu bukanlah sebuah masalahselagi aku masih bisa menatap wajahnya. Aku sadar bahwa sebagai pria dewasa, aku telah gagal untuk menjadi ayah yang baik dan membuatnya semakin membenciku. Mungkin batas kesabarannya telah rusak akibat pertengkaran yang kita buat hampir setiap hari. Aku yakin ia mengerti dan memahaminya, dan aku tahu ia membenci teriakan dan tangisan. Belakangan ini aku sering melihat ia mengasuh anak bungsu kita, dan kembali lagi ia mengingatkanku padamu
       Tak ada niat sedikitpun untuk mengingkari janji yang kita sebut di depan Tuhan. Aku mencintaimu lebih dari yang kau kira, dan aku terlalu penakut untuk menegaskannya. Mungkin detik ini kau sudah mendapatkan pria yang jauh lebih tampan dan berani daripada aku. Aku terus merahasiakan hal yang telah terjadi diantara kita, yang membuat semua menjadi lebih gelap dan suram, namun anak-anak kita tidak sebodoh itu. Diam-diam mereka mulai curiga dan satu-persatu pertanyaan bermunculan dari mulut mereka yang seharusnya tidak mereka tanyakan. Sempat aku pernah membaca buku harian putri kita. Ia tahu segalanya, dan semua itu tertulis dengan tinta merah. Terdapat bekas tetesan air mata di beberapa tempat, bahkan kertasnya nyaris sobek karena ia menekankan pulpennya terlalu keras. Hatiku hancur, betapa ia membenci perlakuanku yang tidak pernah menanyakan keadaannya di sekolah, bagaimana hubungannya dengan sosialnya, dan hal-hal yang seharusnya seorang ayah tanyakan. Ingin ku berlari memeluknya dan meminta maaf atas segala hal yang telah kusesali, dan sekali lagi aku tak pernah berani untuk mengeluarkan emosiku secara terang-terangan. Belum sempat aku pulih dari luka dalam, ia tak ingin bicara denganku hingga tiga hari lamanya. Ia sadar bahwa buku hariannya telah dibaca. Seakan-akan ia telah membaca pikiranku, seakan-akan ia memasang mata di setiap dinding rumah ini, seakan-akan ia mengikutiku kemanapun aku pergi, ia selalu mengetahui apa yang kurahasiakan dan aku semakin takut karena ruangan yang kumiliki semakin sempit. Aku tahu ia menghargai privasi seseorang tetapi selalu saja ada 1000 rasa cemas dan khawatir di pikiranku. Aku tak ingin ia menjadi stress akibat beban yang ia terima
       Astrid, aku tidak ingin memutus tali hubungan kita. Aku tahu kau membenciku namun untuk kali ini saja, biarkan anak kita merasakan kembali hangatnya suasana keluarga kecil kita. Mungkin tidak akan sempurna, tetapi aku ingin melihat kembali senyuman anak-anak kita yang sudah lama tidak mereka tampakkan. Yang aku inginkan hanyalah kesungguhanmu dalam membahagiakan mereka di hari ulang tahun putri sulungmu
       Perlu kau ketahui, semenjak kepergianmu ia lebih sering menangis, menerjang dan menggeliat seperti orang kerasukan. Ia lebih sering begadang dan menorehkan emosinya pada buku gambar yang pernah kau berikan beberapa waktu lalu. Aku tak tahu harus berbuat apa. Sempat pada suatu malam ia berteriak memberontak dan memanggil nama-nama yang tak kukenal. Tentu saja itu bukanlah dia, anak yang kukenal pendiam dan pandai menyembunyikan emosinya. Seisi rumah bergidik ketakutan. Ia membutuhkan sosok ibu lebih daripada Yati, pembantu kita yang kurasa tak cukup dapat menggantikan peranmu seutuhnya. Astrid, jadilah ibu yang mau meluangkan waktu untuk anak-anak kita setiap saat kembali. Mereka butuh rangkulan dan pelukanmu. Demi anak-anak kita, bukan hubungan kita yang sudah kusut dan sulit diluruskan kembali. Aku harap kau mengerti apa yang aku tuliskan dan ucapkan


Salam sayang

Hudi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar