7/27/2014

Celebrating 5000 All-Time Pageviews

Berkah ramadan. Selain dapet ayam K*F*C dari LINE, pada akhirnya di penghujung bulan ramadan ini pageviews blog gue mencapai pada angka 5000. LIMA RIBU KUNJUNGAN MEN! ALHAMDULILLAH!!!!11! #sohappy #blessed #berkahramadan #liburlebaran #jokowimenang #ahmaddhanipotongweewee

Walaupun besar kemungkinan kalau setengah angka di atas dicetak oleh gue sendiri yang bolak-balik buka blog buat ngecek tulisan, tapi gue senang banget. Jadi, makasih buat yang sudah membaca diary basi dan resensi novel-novel berantakan yang sudah gue tulis. Terima kasih kepada pihak Google dan Blogger yang mempermudah orang untuk menulis dan dilihat orang banyak. Terima kasih kepada penulis-penulis yang nggak marah gue bikin resensi novel kalian dengan candaan yang garing. Terima kasih juga kepada orang-orang yang bersedia gue tulis ceritanya walau sebagian gue gak bilang-bilang juga. Pokoknya gue senang banget. MAKASIH YA GUYS!

Semenjak tahun 2011 gue bikin blog dengan isi curhatan anak SMP, ngomongin si ini dan si itu, zamannya di mana gue masih suka ngegosip (sampai sekarang sih masih, tapi lebih profesional lah), zaman di mana gue masih suka Justin Bieber, zaman di mana gue masih nulis SMS campur-campur angka dengan huruf, zaman di mana Super Junior masih beranggotakan sebelas orang (yang dua udah kabur), pokoknya zaman di mana pageviews gue benar-benar murni gue yang baca sendiri sampai sekarang akhirnya, all-time pageviews blog ini mencapai angka goceng.

Iya sih ini riya. Gak apa-apa lah emang gue sombong kok.

Prabowo sayang kuda. I love you semua.
Tapi gue di sini juga rada delusional. Gimana gue ngebuktiin kalau yang benar-benar berkunjung ke blog gue itu manusia beneran bukan bot atau hantu?

Yang penting gue bahagia.
Salam tiga jari!

Bonus tip: playlist wikiplayer blog gue
1. Recover - CHVRCHES
2. Two Weeks - Grizzly Bear
3. Next Year - Two Door Cinema Club
4. Debu-Debu Berterbangan - Pandai Besi
5. Vakansi - White Shoes & Couple Co.
6. Marching Band of Manhattan - Death Cab For Cutie
7. Mind Mischief - Tame Impala

Semoga berkenan.

7/14/2014

Review Ananta Prahadi

Judul novel         : Ananta Prahadi
Penulis               : Risa Saraswati
Penerbit             : Rakbuku
Tahun terbit        : 2014

Ananta Prahadi terbit pada bulan Mei dan novel tersebut baru sampai di tangan gue bulan Juli. Dalam kitab suci jemaah Sarasvamily, akan dianggap basi kalau lo baru membeli karya terbaru Risa dan Sarasvati setelah selang waktu berbulan-bulan dari tanggal peluncurannya. Sebelumnya, Risa pernah menulis sedikit gambaran dari Ananta Prahadi di blog pribadinya. Perlu waktu lama untuk menimbang-nimbang apakah novel Ananta Prahadi layak untuk dibeli atau tidak, karena hati kecil gue ragu novel karya Risa Saraswati yang keempat ini akan sebagus ketiga novel sebelumnya. Oh ya, Ananta Prahadi bukan termasuk trilogi Danur, melainkan cerita cinta hasil imajinasi penulisnya. Ini sebabnya mengapa gue sedikit ragu kalau Ananta Prahadi akan sesukses Danur, Maddah, atau Sunyaruri. Membludaknya novel fiksi cinta di pasaran membuat originalitas cerita cinta sangat langka. Namun, dugaan gue salah dan Risa Saraswati selalu bisa membawa kejutan terbaru di setiap karyanya.

Ada tiga tokoh utama di sini yaitu Tania, Ananta, dan Pierre. Tania adalah perempuan egois, angkuh, namun sensitif dan rapuh di dalamnya. Ia dianggap gila oleh lingkungannya karena emosinya yang mudah tersulut dan berani menyerang siapa saja yang tak sejalan dengannya. Meski begitu, sebenarnya Tania memiliki hati yang murni. Sedangkan Ananta adalah pria polos sahabat Tania yang suka bersih-bersih. Ananta berperan menjadi babysitter Tania sekaligus agen pemasaran lukisan-lukisan yang dibuat Tania. Dari penjualannya, Ananta memperkenalkan Tania kepada salah satu pembeli lukisannya yang bernama Pierre, laki-laki berdarah Prancis separuh Cigondewa yang merupakan kolektor seni. Tania jatuh cinta pada Pierre, namun Tania juga tidak bisa bohong kalau Ananta juga mencuri hatinya. Perlahan-lahan Pierre dan Ananta sama-sama menuntun Tania menjadi perempuan baik hati sepenuhnya.
Secara garis besar, konflik yang dihadapi tokoh utama adalah cinta segitiga. Tokoh antagonisnya adalah mental Tania yang tidak stabil sendiri. Pengupasan sifat Ananta dan Tania melalui cerita persahabatan keduanya menjadi pembukaan Ananta Prahadi. Kelucuan dan keluguan Ananta dalam bertutur kata membuat cerita tidak begitu datar dengan drama yang mendominasi, salut kepada orang Sunda yang selalu pandai dalam berkomedi. Pierre muncul di tengah cerita, menggantikan Ananta yang pergi sementara dari kehidupan Tania. Pola ceritanya adalah Ananta datang-Ananta hilang-Pierre datang-Pierre hilang, diulang terus hingga ditutup dengan kepergian salah satunya dari hidup Tania untuk selamanya.
Di segmen selanjutnya terdapat perkenalan tokoh Pierre melalui jalinan cinta dengannya dan Tania. Pierre adalah pria tampan yang mudah memahami karakter dan kemauan Tania. Dia tidak pernah mengeluh atas emosi Tania yang selalu berubah-ubah, tidak seperti pria yang banyak menggalau di internet dan menjadi insecure. Pierre seperti dewa yang dibuang ke dunia dari Olympus, sempurna dalam segi fisik maupun kepribadian.

Kelebihan Ananta Prahadi justru banyak terletak pada minor details-nya. Jalan ceritanya mungkin rada mainstream, tetapi keberagaman sifat dan karakter setiap tokoh yang kuat membuat ceritanya menjadi kaya. Tania yang kasar dan angkuh bertabrakan dengan Ananta yang sopan dan polos lalu bertabrakan lagi dengan Pierre yang tenang dan menghanyutkan, dua kata untuk penokohan novel ini: well balanced.
Ananta Prahadi juga mengambil latar yang beragam. Kebanyakan menggambarkan suasana kota Bandung yang sejuk dan asri, namun Ananta Prahadi juga mengambil latar negara Eropa yang jarang dibicarakan dalam dunia pernovelan: Rumania. Selain Rumania, Tania juga pergi ke Polandia, Prancis, dan Swiss. Suasana Eropa yang dingin dan romantis semakin mendukung hangatnya jalan cerita.

Hal lain yang menarik dari Ananta Prahadi adalah sisipan ciri khas yang Risa tidak dapat tinggalkan, yaitu hal mistis. Terdapat adegan di mana Ananta berceletuk kalau adiknya Pierre mirip kunti karena rambutnya panjang. Juga saat Tania pergi ke rumah Pierre, pohon beringin yang dipilih Risa untuk menghiasi halaman rumahnya. Lumrah sih pohon beringin bertengger di halaman rumah seseorang, tapi minor details ini langsung membuat gue nyambung sama ciri khas Risa yang mistis. Ciri khas lain yang turut tidak hilang dalam Ananta Prahadi ini adalah kedramatisan seorang Risa dalam menuturkan cerita.

Hampir sulit menemukan kekurangan dari Ananta Prahadi. Namun yang agak mengganggu gue adalah konflik yang klimaksnya kurang “ditarik”. Banyak konflik yang dibiarkan penuntasannya kurang selesai. Mirip hantu yang masih punya unfinished business lah kalau kata teh Risa *tsah*. Ditambah konflik yang cara penyelesaiannya masih bisa dimaksimalkan lagi. Tetapi cara Risa memainkan alur cerita begitu menyenangkan. Pembaca akan dibuat lelah mencapai puncak konflik dan dibuat meluncur dengan asyik seperti lelah menanjak bukit untuk main wahana flying fox.

Terakhir,  membaca Ananta Prahadi seperti menonton drama Korea; lucu, dramatis, romantis, dan sendu bercampur menjadi satu. Akhir cerita memang mudah ditebak, namun cara menutup Ananta Prahadi yang tidak bisa ditebak. Pokoknya bukan seperti apa yang kalian pikirkan dari membaca teaser di blog pribadi Risa. Gue beri nilai Liam Hemsworth dari keseluruhan angka kegantengan Pierre yang unlimited itu. Aduh apa sih ini. Pokoknya Ananta Prahadi cocok untuk kalian yang suka novel dengan alur cerita ringan dan romantis, meski karakter Tania sendiri jauh dari kata “ringan”.


Satu lagi, semoga kalian gak bingung sama resensi novel kali ini ya.

7/06/2014

Jalang

Namaku Mawar. Aku hidup dengan dua anak angkat yang masih kecil dan belum sekolah. Beratnya biaya hidup ibu kota membuatku harus bekerja mati-matian untuk menafkahi mereka berdua, membuatku harus menjadi ayah sekaligus ibu. Kami tinggal di suatu rusun yang biaya sewanya sembilan ratus ribu rupiah per bulan. Gaji bulananku tergantung seberapa keras aku bekerja, paling banyak hanya sampai dua juta. Pekerjaanku adalah menjadi buruh seni. Aku sebut buruh seni karena aku sering menghibur orang-orang.

Suci menjadi kata sifat subyektif sejak manusia memulai aturan kebebasan berpendapat. Namun aturan itu tak dapat mengalahkan aturan kuno sebelumnya, bahwa kotor adalah kata sifat yang mutlak dan hina sejak manusia diturunkan ke bumi. Barometer kesucian seseorang dapat diukur dari seberapa dalam ilmu keagamaan seseorang, banyaknya perbuatan baik yang tampak, dan kepatuhannya akan norma sosial dan susila. Masyarakat awam menggolongkanku dalam golongan orang-orang kotor dan hina.

Atau sekedar hidup dalam jalan yang sudah ditentukan dapat membuatmu menjadi suci.

Setelah dikelompokkan, aku bergaul dengan orang-orang yang sama-sama kotor. Orang-orang yang dipandang hanya mengutamakan urusan duniawi. Orang-orang yang dipandang tidak berguna dan mengganggu bagi sebagian orang. Tapi lama-kelamaan orang terbiasa dengan keberadaan kami. Kami dibiarkan tumbuh seperti lumut pada tembok. Perlahan-lahan kami juga menjadi bagian dari kehidupan orang-orang suci.

Padahal hanya karena mereka hidup dalam kabut stereotip, mereka bilang mereka suci.

Kedua anak angkatku memiliki nasib yang lebih menyedihkan. Mereka kutemukan kedinginan dan kelaparan pada malam hari di bawah jalan layang sehabis hujan. Aku membawa mereka ke kantor polisi untuk dicari keberadaan orang tua mereka, namun polisi tidak suka mendengarkan suara orang kotor. Akhirnya, aku berjanji untuk merawat mereka sampai mereka cukup dewasa untuk hidup sendiri.

Aku biasa bekerja pada malam hari. Orang-orang kotor memang lebih banyak beraktivitas pada malam hari. Aku bekerja menjadi penghibur banyak orang, mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Hanya sekedar bernyanyi atau menemani orang-orang kesepian. Terkadang, bila yang kuhibur adalah laki-laki kaya dan dalam keadaan mabuk, dia seenaknya memberi uang dengan jumlah yang seenaknya pula kuminta.

Apakah ada jalang yang diangkat menjadi malaikat?

Anak angkatku sudah seperti anak kandungku sendiri. Aku bahagia telah menemukan mereka kedinginan pada malam itu, aku bahagia bisa merawat mereka, dan aku bahagia hari-hariku diisi dengan tawa anak-anak yang turut mencerahkan warna hidup ini. Semoga mereka sependapat denganku bahwa aku telah menjadi orang tua yang baik bagi mereka.

Dinasehati para pendeta sudah biasa. Dipukuli para pastur sudah biasa. Mereka mencoba memperbaikiku, tapi tak bisa. Mereka ingin diriku untuk tidak menjadi diriku, tapi tak bisa. Karena aku bukan plastisin dan aku bukan mainan rusak.

Siapa yang berani bernyanyi
Nanti akan dikebiri
Siapa yang berani menari
Nanti kan disuntik mati

Karena mereka paling suci
Lalu mereka bilang kami jalang
Karena kami, beda misi
Lalu mereka bilang kami jalang

(Jalang –
Efek Rumah Kaca)

Masa lalu akan terbang bersama abu dan hangus bersama arang. Potret diri yang lama tak akan pernah kuungkap lagi. Seorang laki-laki kebanggaan ayah yang akhirnya jatuh membuat malu keluarga. Namun aku tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Menjadi diri sendiri dan hidup di atas tanah kotor dengan kedua malaikat yang paling suci yang pernah diutus Tuhan.

Aku bahagia, sungguh aku bahagia walau hidup dalam udara yang membuatku sulit bernapas ini.

7/04/2014

Peranakan Konyol

Manusia tidak akan pernah kehabisan waktu untuk berlaku konyol. Kombinasikan kata bodoh dan tidak lazim maka kalian akan mendapatkan kata “konyol”. Bahkan beberapa orang di dunia ini harus meninggal dunia dengan cara konyol. Terus aja gue ngetik konyol sampai typo huruf Y keganti huruf T. Penempatan Y dan T di keyboard bersebelahan itu bukan kebetulan gue rasa karena salah ketik sedikit dari konyol bisa jadi kon…

Begini, populasi ateis semakin hari semakin banyak dan populasi teis semakin hari semakin berkurang. Ironisnya, orang-orang ateis ini kebanyakan adalah hasil ikut-ikutan. Di lingkungan sekolah gue baru segelintir orang yang mulai terbuka atas orientasi kepercayaannya. Ada yang blak-blakan bilang gak percaya agama dan tuhan. Ada lagi yang bilang gak percaya agama tapi percaya tuhan. Ini entah dia gak suka diatur aturan agama atau ingin enaknya aja gue gak ngerti. Tapi yasudahlah, terserah hidup dia. Mereka menyebut diri mereka sebagai deist, tidak beragama namun percaya adanya tuhan.

Dua bulan yang lalu gue sempat bertengkar dengan orang deist ini. Kita bertengkar bukan karena mendebatkan perbedaan kepercayaan tapi dia marah sama gue karena gue iseng bacain Alfatihah ke botol minum dia. Entah ide dari mana itu datangnya tapi gue melakukannya begitu saja bersama teman gue yang bernama Irva. Dalam cerita ini, tokoh antagonisnya sebut saja Korra.

Sebelumnya, Korra masuk dalam daftar teman terdekat gue. Dia cerita kalau dia bagian dari deist. Yang gue paham dari argumennya saat itu adalah dia percaya bahwa terdapat suatu mahluk yang menjadi motor penggerak alam semesta ini yang dia sebut tuhan tapi dia yakin kalau agama yang ada saat ini di dunia bukanlah ajaran yang dilahirkan dari mahluk tersebut. Waktu itu dia sempat bertanya, “Kalau orang non-Islam itu pasti masuk neraka gak sih?”

Di kartu identitasnya dia Islam, tapi dalam hatinya bukan Islam. Gue membalas pertanyaannya, “Karena gue orang Islam, gue sih diajarinnya orang yang non-Islam itu kafir dan orang kafir itu tempatnya di neraka setelah kiamat nanti.”

Sampai di situ dia cerita banyak hal ke gue tentang pandangan-pandangan dia akan ketuhanan. Apa yang gue tangkap dari pembicaraannya adalah dia bangga menjadi yang pertama di antara yang lain. Meski begitu, dalam hati gue menggebu-gebu pertanyaan, “Kenapa lo bangga terhadap sesuatu yang tidak layak untuk dibanggakan?”. Gue bilang hal itu tidak layak untuk dibanggakan karena terlalu klise dan preachy, ekstrimis. Lo mau agamanya Islam kek, Yahudi kek, pemuja kerang ajaib kek, akan terkesan arogan dan rasis kalau lo bangga, karena dari rasa bangga itu akan muncul rasa meremehkan agama yang lain. Ditambah lagi gak ada yang peduli lo percaya sama apa, keimanan itu urusan individual.

Kita lompat ke adegan di mana gue dan Irva membacakan surat Alfatihah ke botol minumannya. Entah kenapa, kelakuan kita berdua membuat dia marah. Kemarahannya itu melepaskan tanda tanya besar, kenapa?

Alasannya tidak sederhana:
“Gue gak suka ya lo main-main kayak gitu. Kalo gue minum itu terus gue mati gimana? Lo mau buktiin apa sih? Kalo lo religius? Mau nyindir gue yang non religius?”

Satu kata yang langsung muncul di benak gue saat itu: konyol.

Gak pernah gue bertemu dengan orang yang beranggapan kalau dia akan mati setelah minum air yang dibacakan doa. Gue gak masukin racun ataupun bahan kimia berbahaya ke dalam botol minum dia, tapi kenapa? Dan gue melakukan hal itu jelas-jelas murni bercanda tanpa intensi menyindir dia yang non religius. Ini keterlaluan. Seperti lo menghadapi anak yang baru menginjak masa remaja dan dia baru menemukan jati dirinya yang semu. Bangga-bangga childish.

Gue menjelaskan segalanya panjang lebar, mulai dari pandangan gue tentang sikapnya yang kekanakan sampai pandangan gue yang gak pernah memandang rendah suatu kepercayaan. Pada akhirnya, dia menyerah dengan cara yang konyol pula: pura-pura bego. Argumen gue terbukti lebih kuat ketimbang argumen dia. Gue hidup dan tumbuh dalam internet, guys. Internet penuh orang ateis yang sering bikin guyonan keagamaan yang seringkali menyakitkan. Tapi kita semua fine aja dengan itu, bahkan kita saling berbalas menghina ateis dengan guyonan yang gak kalah menyakitkan. Standar hina-menghina dalam kemasan jokes itu biasa, apalagi gue yang tanpa niat menghina atau melukai perasaan dia akan orientasi ketuhanan dia?

Ceritanya, si Korra ini hidup di tengah-tengah lingkungan metropolitan. Dia sering bergaul dengan orang-orang, melancong ke tempat-tempat yang sering disinggahi kaum borjuis, kedua orang tuanya pun membiarkan dia hidup dengan gaya hidup konsumtif. Dengan lingkungannya yang seperti itu, seharusnya tingkat kecerdasannya juga mencapai standar modern. Dan gue gak percaya, orang yang hidup dalam arus globalisasi seperti dia bisa iritasi karena hal yang dianggap orang modern sebagai hal yang biasa.

Saking pluralnya Jakarta ini, kemungkinan muncul jenis warganya yang aneh-aneh adalah seratus persen.

Setelah pertengkaran tanpa pertumpahan darah tersebut terlampaui, kita gak pernah komunikasi lagi, baik gue maupun Irva. Menyebalkannya adalah, dia cerita ke semua orang terdekatnya. Masalahnya, orang terdekatnya adalah akses sosial gue juga. Gue dan Irva kecolongan start dari dia yang udah cerita ke banyak pasang telinga. Berdasarkan narasumber yang terpercaya, dia cerita tanpa menceritakan bagian-bagian yang terbukti sikapnya dia adalah salah. Gue dan Irva sama-sama sepakat untuk membiarkan Korra meneruskan sikapnya itu karena kita sama-sama percaya suatu hari dia akan menengok ke belakang dan malu.

Dari sini, gue belajar makna kalimat some better left unsaid. Biar orang yang menilai ceritanya. Kalau dia waras, gue yakin dia juga akan berdecak kagum akan kekonyolannya.

Bercanda gue dinilai keterlaluan setelah Korra gak suka kalau air minumnya dibacakan doa. Coba kalau dia biasa aja, masalah selesai. Lagipula, kalian mikir deh, ada gak sih rekam jejak air doa (agama manapun) yang menyebabkan kematian?


Salam super.

7/03/2014

Why Bara Why?

Teman-teman, semesta alam sedang berulah padaku. Aku merasa hampa dan galau.

Oke jadi gini, sekarang tepat pukul 00:52 dini hari dan tiba-tiba gue mendapatkan ilham untuk menulis. Sebenarnya tulisan ini bakal absurd kalau lo tipe orang yang gampang ilfil, tapi biarkanlah tuan putri menulis diary sekali lagi dalam blog ini.

(Iya emang sih lima puluh persen isi blog ini tuh cuma curhatan gue doang, but whateva)

Gue merasa kalau takdir memang sudah ditulis Tuhan sejak kita tercipta dalam perut ibu dan tidak bisa diganggu-gugat, guys. Orang-orang yang bilang takdir dapat diubah hanyalah orang-orang putus asa yang takut masa depannya gelap dan orang-orang yang kerja di Disney. Kalimat Kalian yang menentukan takdir kalian sendiri itu bullcrap.

Kenapa gue bisa bilang begitu? Karena gue golongan orang yang putus asa setengah realistis.

Barusan gue baca tweet teman gue yang promosiin posting Blogger terbaru doi. Sebut aja Bara, karena memang nama aslinya Bara. Gak lama kemudian dia nge-tweet lagi, yang menyatakan kalau dia senang banget sama orang-orang yang udah bersedia berkunjung ke blog-nya. Katanya sih, pageviews-nya sampai ribuan. Gokil gak?

Sahabatku yang dimuliakan Tuhan, singkatnya, tumbuh rasa iri di hatiku ini.

Gue kasih tau aja sih, bikin suatu post susahnya minta ampun loh bro. Harus rajin cek gramatika dan ejaan yang benar. Belum lagi ide cerita yang bermutu. Teman gue aja yang bolak-balik juara lomba cerpen se-DKI sejak SMP, gak pernah pageviews posting-nya mencapai angka seribu. Sedangkan teman gue si Bara ini, yang ceritanya cuma kesehariannya dia walau menarik bisa sampai laris pengunjung. Gue heran, dia sewa buzzer kali ya?

Bukan gak mungkin, jasa buzzer belakangan ini lagi hits karena banyak dipakai oleh tim sukses capres masing-masing.

Dan gue, orang biasa yang susah payah berpikir untuk memunculkan ide samapai bawa-bawa laptop ke kamar mandi, ujung-ujungnya paling banyak pageviews suatu posting itu cuma 42 dan followers cuma mentok di angka 8.

Emang sih, si Bara ini ketua eskur KIR di sekolah gue dan dia cukup populer di kalangan adik kelas (karena jumlah anggota KIR dari kelas sepuluh udah kayak jumlah demonstran yang minta Soeharto turun jabatan) sedangkan gue hanya anggota eskur teater yang eskurnya sendiri masih semu di mata kebanyakan orang. Diperparah lagi dengan gue yang keberadaannya masih sering dipertanyakan orang, apakah gue benar-benar ada atau hanya mitos belaka. Mungkin ini faktor pendukung utama.

Bara juga pintar. Umurnya setara dengan adik gue tapi tingkat pendidikannya setara dengan gue. Dia masih berumur lima belas tahun dan sudah menduduki bangku kelas dua belas. Dia juga luas wawasan, terbukti dari beberapa posting blog dia yang menggunakan kosakata yang gue gak tau sampai gue cari di KBBI gak ada artinya, namun indah. Intinya, dia muda, berbakat, dan populer.

Sedangkan gue? Semester dua di kelas sebelas ini gue menduduki peringkat 24. Sebelumnya gue peringkat 17. Lompatnya jauh pisan kan? Terima kasih kepada sikap idealisme dan arogansi gue. Pelajaran untuk kita semua: jangan pernah ngelawan guru kalau nilai kalian mau selamat.

Satu lagi. Tampang mukanya dia jauh lebih good looking daripada wajah gue, karena penampilan gue memang di bawah standar. Walau beda gender tapi yaa lo bisa bedain mana yang lebih majestic antara manusia jantan modern dengan anoa betina hamil tujuh bulan kan?

Begitulah. Mungkin ada benarnya orang zaman dulu yang masih percaya uka-uka lalu mereka dapat meramalkan siapa yang akan menjatuhkan firaun hanya dari melihat garis tangannya. Intinya, garis masa depan seseorang sudah dibentuk sebelum mereka lahir. Nahas, orang-orang jelek tidak multi talenta kebanyakan kecerahan masa depannya diragukan. Meski Islam mengajarkan untuk tidak percaya ramalan, maka dari itu gue berharap yang baca posting ini non Islam semua biar gue gak di-bash.

Tapi gue jadi ingat kata Alitt Susanto bahwa (intinya) seseorang merasa dirinya kurang beruntung karena dia belum mengenal jati dirinya dan belum menemukan bakat aslinya atau belum dapat menggunakan bakatnya secara benar. Mungkin gue belum menggunakan bakat gue dengan benar jadi gue belum percaya diri karena gue gak punya sesuatu untuk dibanggakan. Yah, masih ada harapan buat gue untuk bertahan hidup ke depannya. Optimis, bismillah.

Oh ya, selain masuk dalam golongan pesimis agak realistis, gue juga masuk dalam golongan orang-orang bipolar.


Segitu aja sih, sebentar lagi sahur dan gue harus tidur. Oh ya, tiba-tiba gue kepikiran mungkin maksud dari pageviews sampai seribu itu all time pageviews kali ya. Jadi pageviews sejak dia buat blog sampai sekarang. Kalau begitu sih.. Pageviews gue masih lebih banyak. Maaf ya, Bara, rakyat jelata selalu suka menjelekkan kaum priayi untuk bahan hiburan.

Selamat Ramadan bagi seluruh muslim!

Tanpa Lawan Dialog

Ibu?
Lihatlah ibu, rumah kita terbelah dua.
Apa kita bisa memperbaikinya?
Ibu tak perlu membeli rumah lagi.
Rumah ini masih bisa diperbaiki.
Ibu kenapa kau tidak membenarkan rumahnya?
Ibu, siapa pria itu?
....
Ayah!
Ibu telah diculik!
Ayah lakukanlah sesuatu!
Eh? Ibu tidak diculik?
Lalu ia pergi dengan siapa?
Ia akan pulang kan?
Ayah, rumah kita terbelah dua.
Bisakah kita memperbaikinya?
Ayah bicaralah.
Ayah?
Ayah mengapa ibu belum pulang?
Ayah?
Ayah, dadaku mulai sesak, bisakah kita segera memperbaiki rumahnya?
Ayah, kepalaku mulai sakit, bisakah kita segera memperbaiki rumahnya?
Ayah?
***
Hai.
Halo?
Aku hanya ingin kau tahu bahwa..
Jariku sudah busuk kuhisapi terus.
Mataku sudah kering karena menangis.
Lidahku sudah putus kupakai berteriak.
Punggungku sudah patah, lelah.

Aku hanya ingin kau tahu.
Aku bukan tersiermu.
Apa luka ini terdengar sunyi di telingamu?
Dengarlah, dia ingin bicara padamu.
Dia menggonggong.
Ah, dia membasahi teleponnya lagi.
Sudah dulu ya.
Aku akan kembali lagi.
***
Aku bahagia kau ada, bintang.
Aku di sini, selalu akan di sampingmu.
Selamanya.
Janji kau akan terus bersinar, ya?
Aku bisa tersesat tanpa cahayamu.
Benar, sentuh bibirku.
Bibirmu terasa hangat dan manis di lidahku.
***
Halo ayah?
Kau masih di sana kan?
Lukaku sudah bungkam.
Ia sudah pergi.
Mataku sudah bulat kembali.
Jemariku sudah segar kembali.
Lidahku sudah tersambung kembali.
Punggungku sudah utuh kembali.
Dengarkah engkau?
Dunia bersorak akan aku dan bintang.
Apa ibu sudah pulang?
Ayah?
Ayah, bila kau sudah dapat berbicara kembali telpon aku, oke?
Sampai jumpa.
***
Selamat datang di semesta alam, matahari.
Aku di sini, selalu akan di sampingmu.
Selamanya.
Janji kau akan terus bersinar ya?
Aku bisa mati tanpa cahayamu.
Benar, genggam jemariku.
Jemarimu mungil sekali, mereka indah.
Mereka persis seperti punyaku.
***
Hai ayah.
Aku hanya ingin bilang bahwa..
Rumah itu tak perlu diperbaiki lagi.
Aku sudah punya yang baru.
Kau boleh tinggal di rumah baruku, bersama bintang dan matahari.
Kami di sini bahagia, aku bahagia dengan keluarga kecilku.
Ayah, aku merindukanmu..

Bicaralah sedikit saja..