Umur gue baru menginjak 17 September mendatang. Orang-orang
bilang umur 17 adalah masa terakhir gue menjadi remaja. Gue akan dapat KTP,
SIM, dan gue boleh ikut serta pemilu secara legal di tahun itu juga (sayangnya
pemilu terakhir bulan Juli). Gue merasa, di hari-hari menjelang 17 ini, banyak
cerita yang membuat gue harus paham dengan sifat orang lain, gak selamanya gue
akan terus dipahami. Teman-teman gue yang menyebalkan, walau pada awalnya gue
sulit menerima mereka, lama-kelamaan waktu yang membuat gue harus menerima
dengan ikhlas sifat-sifat mereka. Setidaknya, satu langkah menjadi dewasa.
Gue sekarang mengerti, kriteria dewasa bukan berapa banyak
ulang tahun lo yang sudah lo rayakan, tapi bagaimana cara lo berpikir dan cara
lo bertindak. Mungkin di tahun lalu pikiran gue memang sudah matang namun tidak
dengan tindakan gue. Gue yang punya emosi kurang stabil cenderung senang
mengambil keputusan dengan tergesa-gesa dan cepat mengambil resiko. Gue juga
yakin remaja pada umumnya mengalami hal yang sama seperti gue, setidaknya
sekali dalam umur 16 mereka. Komentar-komentar negatif yang membuat gue
terlempar jauh ke awal dan harus memperbaiki semuanya. Things didn’t go so well lately, but that’s just because Allah has
bigger plan for me. Gue mengaku kalau gue sering salah, tapi gue bahagia
karena gue pernah salah gue jadi belajar untuk meminta maaf. Saying sorry is a big deal for me. My mind is deep, but my ego is deeper.
Itu sebabnya kenapa banyak yang gak suka gue di tahun ini. Kalau tahun lalu gue
di-bully, tahun ini gue justru mem-bully banyak perasaan orang.
Gue tipe orang yang “sadar-sadar bego”. Gue sadar gue salah,
tapi gue sulit untuk minta maaf ke seseorang. Meski umur gak ada yang tahu, di
umur yang masih sangat muda ini, gue yakin perjalanan gue masih panjang untuk
belajar mengendalikan keegoisan gue sendiri dan hal-hal lain yang menjadi api
hitam di pikiran maupun hati gue. Gue sangat bersyukur telah dilahirkan di
tempat yang setiap manusianya punya warna bervariasi.
Ada yang lucu, ada yang menyebalkan, ada yang
pemarah, ada yang penyabar, ada juga yang bijak. Gue suka semuanya, orang
sombong sekalipun. Ya, orang sombong adalah tipe orang yang menempati nomor
pertama di urutan orang-orang yang gue benci. Di nomor dua ada orang egois dan
di nomor tiga ada orang munafik. Setelah bercengkrama dengan mentor bahasa gue,
Weda selama 3 jam, gue diberi banyak pengetahuan tentang kehidupan ini. Gue
adalah salah satu penggemar di antara ratusan penggemarnya. Umur beliau terpaut
38 tahun dengan gue. Dia banyak bercerita tentang pengalaman-pengalaman
pribadinya yang memaksakan dia untuk berhenti menjadi anak nakal dan memulai
untuk menjadi berguna bagi orang-orang di sekitarnya. Gue akan selalu ingat
kata dia, mulailah untuk mengendalikan ego kita sendiri. Kalau kita menjadi
pribadi yang positif pasti respon orang juga akan positif.
Gue sudah meminta maaf kepada teman gue yang pernah gue jutekin
dan cuekin karena suatu hal. Gue sudah meminta maaf ke guru sosiologi gue
karena gue suka berkata lancang ke dia dan suka bicara yang negatif di balik
punggung dia. Gue juga sudah meminta maaf kepada teman-teman baru gue, yang
saat ini gue masih proses adaptasi, kalau gue pernah berlaku kasar dan dengan
sindiran-sindiran gue yang gak enak di telinga dan hati. Being evil is not so me. I could probably be the devil’s advocate but a
bloody route somehow cannot suite me, so I go back to the beginning and choose
the bright and clean route instead. Meskipun suatu saat gue bisa terjatuh
ke jalan gelap kembali, tapi sepertinya sih jalan gelap bete sama gue karena gue terlalu lemah untuk menjadi orang jahat
hahaha.
Namanya juga Libra, semua serba seimbang. Baik dan buruknya
seimbang, dosa dan pahalanya juga seimbang, semoga saja nanti gue di akhirat
gak di ambang neraka dan surga juga biar seimbang.
Ini dia pemikiran gue kenapa mulai bayak orang yang gak suka
sama gue:
1. Pembawaan bicara gue cenderung nyelekit. Kadang gue
dengan gamblangnya mengkritik seseorang dengan tajam.
2. Gue suka menyembunyikan rasa benci terhadap seseorang
sendirian, sehingga beberapa orang yang terlalu sensitif yang bisa merasakannya
menganggap kalau gue sudah membelakangi mereka dan mulai membuat tembok di
sekitar mereka, takut-takut kalau gue akan berakhir menusuk mereka dari
belakang.
3. Gue sulit mengerti perasaan orang lain. Paham memang iya
tapi pelaksanaannya gue gak peduli sama apa yang orang rasakan bila menurut gue
itu salah, dan gue merasa gak seharusnya gue memaksakan pendapat gue terhadap
orang lain.
4. Arogansi. Gue akui gue dapat melihat suatu permasalahan
dari berbagai sudut. Tapi karena itu justru gue menyalahgunakan kelebihan gue
dengan seenaknya mencap orang negatif bila pandangan yang mereka ambil itu
negatif. Gue akui juga gue pintar dalam memahami situasi. Lagi-lagi gue
salahgunakan untuk menjatuhkan orang lain dengan membaca kelemahan orang untuk
menyerang.
5. Terus berpikiran negatif. Bukannya waspada malah bikin
masalah baru.
Iya, ini ajang curhat. Beberapa pemikiran yang belakangan ini selalu lalu-lalang di pikiran gue. Manalagi, game Pokemon di handphone gue gak sengaja gue uninstall. Udah ada Rayquaza, Groudon, Kyogre, dan baru saja dapat Latios. Ini mungkin hukuman dari Allah.
Salam Curhat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar