4/26/2014

Salah

Umur gue baru menginjak 17 September mendatang. Orang-orang bilang umur 17 adalah masa terakhir gue menjadi remaja. Gue akan dapat KTP, SIM, dan gue boleh ikut serta pemilu secara legal di tahun itu juga (sayangnya pemilu terakhir bulan Juli). Gue merasa, di hari-hari menjelang 17 ini, banyak cerita yang membuat gue harus paham dengan sifat orang lain, gak selamanya gue akan terus dipahami. Teman-teman gue yang menyebalkan, walau pada awalnya gue sulit menerima mereka, lama-kelamaan waktu yang membuat gue harus menerima dengan ikhlas sifat-sifat mereka. Setidaknya, satu langkah menjadi dewasa.

Gue sekarang mengerti, kriteria dewasa bukan berapa banyak ulang tahun lo yang sudah lo rayakan, tapi bagaimana cara lo berpikir dan cara lo bertindak. Mungkin di tahun lalu pikiran gue memang sudah matang namun tidak dengan tindakan gue. Gue yang punya emosi kurang stabil cenderung senang mengambil keputusan dengan tergesa-gesa dan cepat mengambil resiko. Gue juga yakin remaja pada umumnya mengalami hal yang sama seperti gue, setidaknya sekali dalam umur 16 mereka. Komentar-komentar negatif yang membuat gue terlempar jauh ke awal dan harus memperbaiki semuanya. Things didn’t go so well lately, but that’s just because Allah has bigger plan for me. Gue mengaku kalau gue sering salah, tapi gue bahagia karena gue pernah salah gue jadi belajar untuk meminta maaf. Saying sorry is a big deal for me. My mind is deep, but my ego is deeper. Itu sebabnya kenapa banyak yang gak suka gue di tahun ini. Kalau tahun lalu gue di-bully, tahun ini gue justru mem-bully banyak perasaan orang.

Gue tipe orang yang “sadar-sadar bego”. Gue sadar gue salah, tapi gue sulit untuk minta maaf ke seseorang. Meski umur gak ada yang tahu, di umur yang masih sangat muda ini, gue yakin perjalanan gue masih panjang untuk belajar mengendalikan keegoisan gue sendiri dan hal-hal lain yang menjadi api hitam di pikiran maupun hati gue. Gue sangat bersyukur telah dilahirkan di tempat yang setiap manusianya punya warna bervariasi. 

Ada yang lucu, ada yang menyebalkan, ada yang pemarah, ada yang penyabar, ada juga yang bijak. Gue suka semuanya, orang sombong sekalipun. Ya, orang sombong adalah tipe orang yang menempati nomor pertama di urutan orang-orang yang gue benci. Di nomor dua ada orang egois dan di nomor tiga ada orang munafik. Setelah bercengkrama dengan mentor bahasa gue, Weda selama 3 jam, gue diberi banyak pengetahuan tentang kehidupan ini. Gue adalah salah satu penggemar di antara ratusan penggemarnya. Umur beliau terpaut 38 tahun dengan gue. Dia banyak bercerita tentang pengalaman-pengalaman pribadinya yang memaksakan dia untuk berhenti menjadi anak nakal dan memulai untuk menjadi berguna bagi orang-orang di sekitarnya. Gue akan selalu ingat kata dia, mulailah untuk mengendalikan ego kita sendiri. Kalau kita menjadi pribadi yang positif pasti respon orang juga akan positif.

Gue sudah meminta maaf kepada teman gue yang pernah gue jutekin dan cuekin karena suatu hal. Gue sudah meminta maaf ke guru sosiologi gue karena gue suka berkata lancang ke dia dan suka bicara yang negatif di balik punggung dia. Gue juga sudah meminta maaf kepada teman-teman baru gue, yang saat ini gue masih proses adaptasi, kalau gue pernah berlaku kasar dan dengan sindiran-sindiran gue yang gak enak di telinga dan hati. Being evil is not so me. I could probably be the devil’s advocate but a bloody route somehow cannot suite me, so I go back to the beginning and choose the bright and clean route instead. Meskipun suatu saat gue bisa terjatuh ke jalan gelap kembali, tapi sepertinya sih jalan gelap bete sama gue karena gue terlalu lemah untuk menjadi orang jahat hahaha.

Namanya juga Libra, semua serba seimbang. Baik dan buruknya seimbang, dosa dan pahalanya juga seimbang, semoga saja nanti gue di akhirat gak di ambang neraka dan surga juga biar seimbang.

Ini dia pemikiran gue kenapa mulai bayak orang yang gak suka sama gue:
1. Pembawaan bicara gue cenderung nyelekit. Kadang gue dengan gamblangnya mengkritik seseorang dengan tajam.
2. Gue suka menyembunyikan rasa benci terhadap seseorang sendirian, sehingga beberapa orang yang terlalu sensitif yang bisa merasakannya menganggap kalau gue sudah membelakangi mereka dan mulai membuat tembok di sekitar mereka, takut-takut kalau gue akan berakhir menusuk mereka dari belakang.
3. Gue sulit mengerti perasaan orang lain. Paham memang iya tapi pelaksanaannya gue gak peduli sama apa yang orang rasakan bila menurut gue itu salah, dan gue merasa gak seharusnya gue memaksakan pendapat gue terhadap orang lain.
4. Arogansi. Gue akui gue dapat melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut. Tapi karena itu justru gue menyalahgunakan kelebihan gue dengan seenaknya mencap orang negatif bila pandangan yang mereka ambil itu negatif. Gue akui juga gue pintar dalam memahami situasi. Lagi-lagi gue salahgunakan untuk menjatuhkan orang lain dengan membaca kelemahan orang untuk menyerang.
5. Terus berpikiran negatif. Bukannya waspada malah bikin masalah baru.


Iya, ini ajang curhat. Beberapa pemikiran yang belakangan ini selalu lalu-lalang di pikiran gue. Manalagi, game Pokemon di handphone gue gak sengaja gue uninstall. Udah ada Rayquaza, Groudon, Kyogre, dan baru saja dapat Latios. Ini mungkin hukuman dari Allah.

Salam Curhat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar