Teras 66 On Time, Hah! Kita lucu, kita seru, kita satu!
Selamat malam, selamat datang di penghujung bulan Desember,
bulang yang paling punya banyak cerita. Karena itu di bulan ini gue bakal lebih
banyak curhat. Kali ini gue akan menceritakan keluarga baru gue, Teater Anak
Seni 66 On Time.
Terasontime, begitu singkatannya. Meski terdapat kata “On
Time” di belakangnya, terbukti teater ini terkenal akan keterlambatannya. Satu
Jabodetabek tau eskul teater yang digawangi oleh Syarif Hidayatullah ini. “Mmh,
Terasontime? Teater yang sering telat datang rapat itu ya?” atau “Terasontime?
Ohh, yang waktu pementasannya ngaret itu ya?”. Bahkan salah satu pelatih teater
SMA 97 bernama Heri, pernah berkata seperti ini “TERASONTIME CABUT AJA TUH NAMA
ON TIME-NYA” karena kita semua sering terlambat datang di setiap pertemuan.
Sebenarnya penambahan kata “On Time” itu ada maksudnya
pemirsa. Konon katanya, para leluhur menambahkan “On Time” karena mereka selalu
kalah bergulat dengan waktu. Sedihnya lagi, penambahan kata tersebut tidak
merubah nasib mereka dan hanya membuat Teater 66 diejek oleh teater lain.
Awalnya memang hanya Teras sebutannya. Entah apa yang ada dalam pikiran para
leluhur saat itu, namanya juga zaman dahulu kala masih percaya dengan hal
magis. Sekarang, zaman sudah modern. Terasontime berkembang menjadi teater yang
terkenal bukan hanya karena keterlambatannya namun juga karena prestasi yang
telah diraih mereka. Sayangnya penyakit terlambat masih menjangkit keluarga
Terasontime beserta keturunannya. Mungkin kutukan ini akan hilang bila mencapai
generasi ketujuh. Penyakit percaya hal magis juga masih melekat pada keluarga
ini, seperti percaya tumbal pra-FTS. FTS merupakan singkatan dari Festival
Teater SMA, ajang bergengsi yang diikuti seluruh teater SMA se-Jabodetabek.
Awalnya saya tidak percaya mitos ini namun ternyata ada benarnya juga. Dari
setiap generasi pasti ada yang jatuh sakit sebelum lomba dimulai. Dimulai dari
tahun 2010, seorang anggota yang bernama Rina terkena penyakit gondongan
padahal waktu pementasan tinggal beberapa hari lagi. Tahun 2012 seorang anggota
bernama Sarah terjatuh saat bermain peran. Terbesit luka sobek dari ujung sikut
hingga pergelangan tangan karena bergesekan dengan aspal. Tahun 2013 seorang
anggota bernama Faizah mengalami patah tulang pada lengan kirinya. Padahal, ia
merupakan tokoh utama, harus menari balet, dan pementasan hanya tinggal 10 hari
lagi. Cerita tersebut hanya sebagian kecil dari mitos tumbal, konon katanya
tumbal akan jatuh pada setiap angkatan. Sayangnya, untuk angkatan 2015, yaitu
angkatan saya, takdir memilih saya untuk tidak ikut pentas karena saya sakit
cacar tepat 4 hari sebelum pementasan. Akhirnya saya percaya mitos itu benar
adanya.
Atau itu hanya akal-akalan senior saya saja?
Oh ya, dalam Terasontime kami tidak mengenal senior dan
junior, hanya ada sebatas kakak dan adik. Kami semua seperti keluarga, kata
“senioritas” berdiri jauh dari kami. Justru, para junior yang senang
memperpeloncoi para senior. Kami lebih senang menyebutnya “junioritas”. Tapi
bila kakak-kakak kami sudah marah karena kami bercanda saat latihan, tak ada
satupun yang berani menatap mata mereka.
Sejak tahun 2012 Terasontime tidak memiliki anak laki-laki
lagi. Mungkin Sasya, istri dari Syarif, pelatih kami, kehabisan kromosom X.
Sedih rasanya melihat saudara kami betina semua, semoga Sasya dan Syarif segera
dianugrahi anak laki-laki.
Bila sedang
latihan, eskul kita yang paling heboh. Biasanya, murid-murid lain akan
memandang kami dengan tatapan jijik dan terkadang diikuti sorakan “Orang gilaaa
orang gilaaa”. Tapi , Alhamdulillah karena kami memang sudah gila jadi ya kita
haha-hihi aja. Motto kami adalah Keluar Dari Zona Nyaman. Saya rasa, semua
eskul teater di sekolahnya pasti juga dianggap sama oleh eskul lain, setuju?
Di
Terasontime saya diajarkan olah tubuh, berakting, dan materi yang paling saya
senangi adalah menyatu dengan alam. Wajib hukumnya untuk melepas alas kaki bila
sedang latihan walau matahari sedang bersinar terik, membuat aspal menjadi
sangat panas dan dapat membuat telapak kaki kami melepuh. Tapi begitulah,
terkadang kami berlatih di hamparan padang rumput. Tentu saja lokasinya berada
di luar kota karena di Jakarta sangat jarang ditemukan padang rumput. Di sana,
saya menemukan beragam jenis serangga tanah yang indah, bahkan semut sebesar
buku-buku jari.
Keep this as a secret, teater kami lebih sering main
daripada latihan.
Pernah
suatu hari kami harus pentas dalam acara demo eskul. Semua sudah dipersiapkan
dengan rapih, namun salah satu tokoh utama dalam cerita berhalangan hadir
sehingga cerita harus dirombak habis-habisan. Waktu yang digunakan untuk
mempersiapkan diri menuju pementasan rata-rata 4 hari. Waktu tercepat waktu itu
adalah saat kurasi (eksibisi pra-FTS) pementasan Eng Ing Eng yaitu hanya setengah
jam sebelum pementasan. Namanya juga “On Time”
Tautan ini
memang dimaksudkan untuk sombong. Saya begitu bangga memiliki Terasontime.
Akhir kata, masuk teater ya adik-adik! :3